banner 728x250

Ada Apa dengan APH Sanggau? Dugaan Pembiaran Eksploitasi Ilegal Sungai Kapuas, Rumor Setoran Mingguan Mencuat

SANGGAU,KALBAR | POROSNUSANTARA.COM – Aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) di aliran Sungai Kapuas, Kabupaten Sanggau, semakin memperlihatkan wajah buram penegakan hukum di daerah. Bukan hanya masyarakat Sanggau yang kecewa, warga di bagian hilir sungai pun merasa dizalimi. Mereka kini hidup dengan air sungai yang keruh, tercemar lumpur dan bahan kimia berbahaya, padahal tak pernah mendapat keuntungan sedikit pun dari kegiatan ilegal tersebut.

Ironinya, aktivitas yang jelas-jelas melanggar hukum ini tetap berjalan lancar seolah tanpa hambatan. Dari pantauan lapangan serta informasi yang dihimpun awak media, muncul rumor kuat di kalangan pekerja PETI bahwa mereka diwajibkan membayar setoran mingguan kepada oknum aparat penegak hukum (APH). Dugaan inilah yang membuat para penambang dan cukong pemodal merasa aman, bahkan setelah berkali-kali pemberitaan viral di media.

Pantas saja para pelaku tidak gentar, karena mereka merasa dilindungi oleh oknum-oknum berseragam,” keluh salah satu warga tepian sungai yang enggan disebutkan namanya.

Pernyataan Bupati Hanya Formalitas?

Bupati Sanggau sendiri sempat menyatakan bahwa PETI dilarang beroperasi di aliran Sungai Kapuas. Namun, pernyataan itu dinilai publik hanya sebatas formalitas agar terkesan tidak terlibat. Faktanya, di lapangan, alat berat dan lanting PETI tetap beroperasi siang dan malam tanpa hambatan berarti.

Itu hanya sekadar lelucon politik, supaya dianggap peduli,” ujar seorang tokoh masyarakat setempat dengan nada kecewa.

Pakar Hukum: Ada Perlindungan dari Oknum Berpangkat Tinggi

Seorang pakar hukum Universitas Tanjungpura Pontianak menilai, fenomena ini menunjukkan adanya perlindungan sistematis dari oknum aparat.

Kalau aktivitas sebesar ini tetap berjalan, apalagi sudah berkali-kali disorot publik dan media, jelas ada keterlibatan oknum berpangkat tinggi. Pusat harus turun tangan. Rakyat tepian Kapuas sudah terlalu lama menjerit,” tegasnya.

Pelanggaran Hukum yang Jelas

Aktivitas PETI bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga melanggar berbagai aturan, antara lain:

UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (jo. UU No. 3 Tahun 2020), yang melarang pertambangan tanpa izin.

UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menegaskan sanksi pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan.

KUHP Pasal 12B tentang Gratifikasi/Pungutan Liar, jika benar adanya setoran mingguan yang diterima oleh oknum aparat.

Dengan dasar hukum tersebut, jelas bahwa praktik PETI di Sanggau tidak hanya soal eksploitasi alam, tetapi juga menyangkut dugaan korupsi dan suap yang merusak marwah institusi penegak hukum.

Publik Mendesak Propam Mabes Polri Turun

Sorotan kini mengarah pada Polres Sanggau: mengapa mereka terkesan membiarkan? Kapolri diminta untuk segera mengutus Propam Mabes Polri guna menyelidiki dugaan keterlibatan oknum aparat di balik pembiaran aktivitas PETI ini.

Jika Kapolri serius dengan jargon Presisi, maka kasus Sanggau harus jadi atensi khusus. Jangan biarkan masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap institusi Polri,” tegas seorang aktivis lingkungan dari Kalbar.

Jeritan Rakyat Tepian Kapuas

Di hilir, warga hanya bisa menatap sungai yang dulunya menjadi sumber kehidupan kini berubah menjadi aliran keruh. Nelayan kehilangan hasil tangkapan, petani sulit mendapatkan air bersih, dan generasi mendatang dihadapkan pada ancaman lingkungan yang kian parah.

Air kami sudah tidak bisa dipakai. Kalau dibiarkan, anak cucu kami hanya akan dapat warisan sungai yang rusak,” keluh warga Tepian Sungai Kapuas.

Kini publik menunggu: Apakah Polres Sanggau berani bertindak tegas, atau terus menutup mata di bawah bayang-bayang rumor setoran mingguan?.[Tim Red]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *