MATARAM, porosnusantara.com, 17/10/2025 – Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan bahwa hampir seluruh kabupaten dan kota di Indonesia saat ini mengalami krisis pengelolaan sampah.
“Secara nasional hampir semua kabupaten/kota dalam kondisi krisis pengelolaan sampah. Namun nanti kami akan lihat di TPA Kebon Kongok (Lombok Barat),” ujar Hanif usai meninjau Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Sandubaya, Kota Mataram, dikutip dari Kompas.com, Sabtu (11/10/2025).
Krisis tersebut disebabkan oleh meningkatnya volume sampah yang melebihi kapasitas penanganan, minimnya fasilitas pengolahan dan lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA), serta rendahnya kesadaran masyarakat dalam memilah dan mengurangi sampah.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, produksi sampah nasional telah mencapai 68 juta ton per tahun, di mana sekitar 60 persen di antaranya merupakan sampah organik.
Jika dikelola dengan baik, potensi energi dari sampah ini bisa mencapai 1.000–1.200 MW. Pemerintah tengah menyiapkan langkah strategis melalui revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang percepatan pembangunan instalasi pengelolaan sampah menjadi energi listrik (PSEL) berbasis teknologi ramah lingkungan. Revisi tersebut bertujuan untuk menyederhanakan proses perizinan serta mempercepat implementasi proyek di daerah.
Teknologi Waste to Energy Jadi Solusi Masa Depan
Dalam upaya menjawab tantangan krisis sampah, muncul inovasi teknologi Waste to Energy (WTE) yang mampu mengubah sampah menjadi sumber energi alternatif. Salah satu pengembang teknologi ini adalah Ovil, yang menawarkan konsep pengolahan sampah mandiri dan berkelanjutan.
Dengan sistem Smelter Sampah Ovil, seluruh sampah dapat diolah menjadi listrik, gas, dan bahan bakar secara otomatis tanpa menimbulkan bau atau pencemaran. Teknologi ini bekerja nonstop 24 jam dengan hanya satu kali start mesin, dan hasil energinya dapat dijual kembali ke pemerintah dengan harga ekonomis untuk mendukung perekonomian daerah.
“Smelter Sampah Ovil menjawab transisi energi untuk mencapai Net Zero Emission (NZE),” ujar Eddy Ong, Konsultan Teknologi Ovil. Ia menjelaskan bahwa sistem WTE mampu mengurangi volume sampah hingga 90 persen, menekan emisi gas rumah kaca, dan menghasilkan energi terbarukan bagi kebutuhan industri maupun rumah tangga.
Selain menghasilkan energi, limbah hasil olahan seperti biji besi, plastik, dan kertas dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku industri kecil dan menengah (UMKM).
Perpres 109/2025: Tonggak Baru Pengelolaan Sampah Nasional
Keseriusan pemerintah dalam menanggulangi krisis sampah ditandai dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2025 tentang Penanganan Sampah Perkotaan Melalui Pengolahan Sampah Menjadi Energi Terbarukan Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.
Perpres ini menandai perubahan besar arah pembangunan lingkungan dan energi nasional menuju sistem pengelolaan sampah modern, efisien, dan berkelanjutan. Melalui regulasi tersebut, pemerintah menegaskan bahwa sampah bukan lagi beban lingkungan, melainkan sumber daya energi terbarukan.
“Penanganan sampah menjadi energi terbarukan ini merupakan langkah nyata menuju transformasi sistem pengelolaan sampah nasional berbasis teknologi ramah lingkungan. Kita ingin memastikan timbulan sampah di daerah diolah sesuai kaidah lingkungan, dan energi yang dihasilkan menjadi bagian dari energi bersih,” ujar Hanif Faisol Nurofiq.
Pemerintah menargetkan penerapan awal Perpres ini difokuskan pada kota metropolitan dan kota besar dengan timbulan sampah harian di atas 1.000 ton serta TPA yang telah melebihi kapasitas. Teknologi WTE diharapkan mampu mereduksi volume sampah secara signifikan sekaligus mendukung pencapaian target Net Zero Emission 2060.
“Melalui kolaborasi lintas kementerian, investasi hijau, dan partisipasi aktif pemerintah daerah, kita menata arah baru menuju Indonesia yang bersih, sehat, dan berkelanjutan,” pungkas Hanif.