banner 728x250

BRIN Ungkap Hasil Uji Laboratorium Rokok Elektrik

JAKARTA | POROSNUSANTARA.COM  – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Teknologi Pengujian dan Standar memaparkan hasil kajian laboratorium pertama di Indonesia. BRIN meneliti kandungan zat berbahaya dalam rokok elektrik (vape) berbasis cairan.

Kajian ini bertajuk “Evaluation of Laboratory Tests for E-Cigarettes in Indonesia Based on WHO’s Nine Toxicants”. Kajian ini disampaikan dalam kegiatan “Konferensi Pers Kajian Rokok Elektrik di Indonesia”.

Dalam kesempatan tersebut, salah satu Peneliti BRIN, Bambang Prasetya, menjelaskan penelitian ini dilakukan terhadap 60 sampel vape.

Ini mewakili berbagai merek dan kadar nikotin di pasaran, serta 3 jenis rokok konvensional sebagai pembanding,” kata dia saat konpers di  Jakarta, Selasa (11/11/2025).

Pengujian laboratorium difokuskan pada kandungan sembilan senyawa toksikan utama yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Meliputi formaldehida, asetaldehida, akrolein, karbon monoksida, 1,3-butadiena, benzena, benzo[a]pyrene, serta dua nitrosamin spesifik tembakau (NNN dan NNK).

Hasilnya menunjukkan bahwa kadar senyawa toksikan utama pada emisi vape secara signifikan lebih rendah dibandingkan rokok konvensional, dengan rincian:

– Formaldehida 10 kali lebih rendah,

– Akrolein 115 kali lebih rendah,

– Benzena 6.000 kali lebih rendah,

– Karbon monoksida, 1,3-butadiena, benzena, NNN, dan NNK tidak terdeteksi sama sekali.

Temuan ini memberikan landasan ilmiah baru. Terutama untuk memahami profil toksikologi produk tembakau alternatif di Indonesia.

Kajian ini juga mengonfirmasi meskipun rokok elektrik menghasilkan kadar emisi yang jauh lebih rendah dibanding rokok konvensional. Namun produk ini tetap memerlukan pengawasan mutu, pelabelan akurat, dan standardisasi pengujian sesuai dengan protokol internasional.

Hasil kajian kami menunjukkan emisi dari rokok elektrik memang mengandung kadar toksikan yang jauh lebih rendah. Ini jika dibandingkan rokok konvensional,” kata dia.

Meskipun, lanjutnya, ditemukan senyawa seperti formaldehida, asetaldehida, dan benzo[a]pyrene. Namun jumlahnya signifikan di bawah rokok konvensional.

Fakta ini menunjukkan bahwa rokok elektrik ini lebih rendah risiko. Namun tetap diperlukan pengawasan mutu dan standardisasi pengujian yang ketat untuk menjamin keamanan pengguna,” kata Prof. Bambang pada Selasa (11/11/2025).

Kajian ini menjadi tonggak awal BRIN dalam memperkuat fondasi data ilmiah nasional. Terkait produk tembakau alternatif dan teknologi nikotin di Indonesia.

Melalui riset ini, BRIN berupaya memastikan agar kebijakan publik di bidang pengendalian tembakau dapat disusun secara proporsional. Tentunya berbasis bukti ilmiah (evidence-based policy making).

Temuan ini menjadi langkah awal dalam membangun fondasi ilmiah kebijakan tembakau di Indonesia. Dengan memahami profil toksikan berbagai produk nikotin secara akurat, pemerintah, dan masyarakat dapat mengambil keputusan lebih bijak dan berbasis bukti,” katanya.

Lebih dari sekadar publikasi riset, kegiatan diseminasi ini menjadi sarana BRIN untuk menjembatani sains dengan kebijakan publik. Forum ini mempertemukan berbagai pemangku kepentingan.

Mulai dari akademisi, peneliti, kementerian dan lembaga pemerintah, hingga pelaku industri. Untuk bersama-sama menafsirkan hasil riset secara objektif dan membangun pemahaman lebih komprehensif terhadap isu rokok elektronik.

Melalui pendekatan ini, BRIN berkomitmen untuk mendorong kolaborasi riset lintas sektor, memperkuat kapasitas pengujian nasional. Serta meningkatkan literasi sains dan komunikasi risiko di masyarakat.

Dengan demikian, hasil penelitian tidak berhenti pada publikasi ilmiah. Tetapi dapat menjadi rujukan kredibel bagi perumusan kebijakan yang melindungi kesehatan masyarakat sekaligus mengakomodasi dinamika inovasi industri di Indonesia.

BRIN mendorong agar riset semacam ini tidak berhenti di laboratorium, tetapi diintegrasikan ke dalam proses penyusunan regulasi dan kebijakan publik. Dengan kolaborasi lintas sektor,” katanya. 

Kita bisa memastikan bahwa keputusan yang diambil tidak hanya melindungi kesehatan masyarakat. Tetapi juga mendorong inovasi yang bertanggung jawab di industri dalam negeri.” (rri.co.id)

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *