banner 728x250
SOSIAL  

Breaking Ground dengan Gagasan: Pacu Kolaborasi 4 Pilar untuk Atasi Krisis Hunian

SEMARANG | POROSNUSANTARA.COM  – Tantangan backlog perumahan yang terus membayangi tidak lagi hanya bisa diatasi dengan pendekatan lama. Di tengah kebuntuan, sebuah model kolaborasi bernama ABCG (Academics-Business-Community-Government) mulai menampakkan taringnya. Konsep ini bukan sekadar wacana, melainkan sebuah gerakan yang dihela oleh tiga tokoh yang bersinergi melampaui sektoral mereka.

Mereka adalah :  M. Aditya Prabowo* dari dunia organisasi masyarakat, Dr. Ing. Asnawi Manaf dari kampus, dan Agung Novianto dari inovator komunitas. Bersama, mereka mempertemukan empat kekuatan utama: Akademisi, Bisnis, Komunitas, dan Pemerintah dalam satu meja untuk menciptakan solusi hunian yang nyata.

Pembangunan perumahan harus dimulai dari mendengar, bukan langsung dari gambar. Suara warga adalah fondasinya,” tegas  M. Aditya Prabowo dalam sebuah diskusi terbatas. Ia berperan sebagai jembatan yang mengangkat aspirasi akar rumput ke dalam ruang-ruang kebijakan.

Sementara itu, dari sisi akademis, dr.Ing. Asnawi Manaf memberikan fondasi ilmiah. “Solusi ideal harus menyatu: teknologi tepat guna, lingkungan sehat, dan masyarakat yang terlibat aktif. Kampus harus turun tangan, bukan hanya memberi teori,” ujar Asnawi. Riset dan data yang ia hadirkan memperkuat legitimasi model hunian partisipatif.

Gerakan ini menemukan bentuk praktisnya melalui tangan Agung NoviantoMelalui inisiatif seperti CIJI, Agung memantik proses  co-creation. di mana warga, akademisi, bisnis, dan pemerintah duduk bersama merancang kawasan hunian mereka. “Ini bukan sekadar membangun rumah, tapi merajut kembali relasi sosial dalam satu ruang hidup,” papar Agung.

Mengapa ABCG Kini Mendesak?

Model kolaboratif ini dianggap menjawab beberapa persoalan mendasar:
1.  Backlog  perumahan yang mencapai angka jutaan unit mustahil ditangani oleh satu sektor saja.
2.  Masyarakat modern* semakin kritis dan ingin memiliki peran dalam membentuk lingkungannya.
3. Pendekatan lama seringkali kaku dan kurang adaptif dengan kebutuhan spesifik lokasi.

Sinergi ABCG yang diwujudkan ketiga tokoh ini membuktikan bahwa kolaborasi multipihak bukanlah mimpi. Mereka menunjukkan bahwa dengan menyatukan kepakaran, sumber daya, dan aspirasi, tercipta sebuah paradigma baru: hunian yang tidak hanya layak huni, tetapi juga memiliki jiwa dan berkelanjutan, karena dibangun dari, oleh, dan untuk komunitasnya.

Langkah mereka adalah sebuah terobosan yang menjanjikan arah lebih baik untuk masa depan perumahan Indonesia. (*/ilham)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *