KOTABEKASI|POROSNUSANTARA.COM – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Mahasiswa Bergerak Melawan (KMBM) Bekasi menggelar aksi unjuk rasa jilid dua di depan kantor Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi, Jalan Pangeran Jayakarta No. 1, Kel. Harapan Mulya, Kec. Medansatria Kota Bekasi pada Rabu (04/12/2025).
Aksi ini merupakan gelombang kedua setelah unjuk rasa sebelumnya tidak mendapat respons memadai. KMBM menyoroti ketidakwajaran dalam pengelolaan dana kompensasi sampah TPST Bantargebang Tahun Anggaran 2024 yang dikelola Dinkes Kota Bekasi.
Dana tersebut sejatinya diperuntukkan guna peningkatan fasilitas kesehatan bagi warga terdampak di Kecamatan Bantargebang, namun realisasinya diduga sarat penyimpangan.
Koordinator aksi, Novel Alexandro, menegaskan bahwa pihaknya telah menemukan indikasi kuat praktik markup (penggelembungan harga) pada tiga kegiatan utama dengan total pagu anggaran sekitar Rp9 miliar.
Novel menyayangkan sikap Dinkes Kota Bekasi yang terkesan tertutup. Pada aksi pertama, mahasiswa tidak mendapatkan respons.

Baru pada aksi kedua ini, perwakilan Dinkes bersedia menemui massa, namun jawaban yang diberikan dinilai normatif dan tidak menyentuh substansi transparansi penggunaan anggaran.
“Kami sudah bersurat resmi mempertanyakan ke mana larinya anggaran ini. Hari ini, berdasarkan dialog dan data RAB yang kami terima, dugaan korupsi semakin jelas. Bantuan yang seharusnya menyehatkan warga Bantargebang malah diduga menyehatkan oknum pejabat,” tegas Novel di sela-sela aksi.
Item Apa Saja yang Diduga Mengalami Markup Harga “Gila-gilaan”?
Berdasarkan Laporan Realisasi Fisik dan Keuangan yang dibuka saat audiensi, terdapat sejumlah item pengadaan barang elektronik dan mebel yang harganya dinilai tidak masuk akal untuk standar pengadaan Puskesmas.
Berikut rincian kejanggalan harga satuan (estimasi berdasarkan Pagu dibagi volume) yang tercatat dalam dokumen kode rekening 5.2.2.05.02.0006 dan sejenisnya:
Speaker Toa/Pengeras Suara: Terdapat penganggaran 4 unit dengan total Rp273.640.000. Jika dikalkulasi, harga satu unit Speaker Toa mencapai Rp68.410.000. Angka ini dinilai fantastis untuk sebuah pengeras suara.
Printer: Pengadaan 9 unit printer menelan anggaran Rp231.525.000, yang berarti harga per unitnya mencapai Rp25.725.000. Padahal, harga printer standar perkantoran umumnya berkisar di angka Rp3-5 juta.
Kamera Digital: Dinkes menganggarkan 2 unit kamera digital dengan total Rp61.800.000, atau setara Rp30.900.000 per unit.
Infocus (Proyektor): Tercatat 3 unit Infocus dengan total Rp64.725.000, atau sekitar Rp21.575.000 per unit.
Tempat Sampah Stainless (3 in 1): Pengadaan 3 unit tempat sampah senilai Rp32.118.000, membuat harga satu set tempat sampah mencapai Rp10.706.000.
“Dari temuan harga printer yang mencapai Rp231 juta untuk 9 unit saja sudah tidak wajar. Ini baru sebagian kecil dari total anggaran Rp9 miliar. Kami menduga ada praktik pengadaan fiktif atau spesifikasi yang dipaksakan untuk menyerap anggaran,” tambah Novel.
KMBM merinci tiga pos anggaran besar yang bersumber dari Bantuan Keuangan DKI Jakarta Tahun 2024 yang dinilai bermasalah:
Pengadaan Prasarana RSUD Kelas D Bantargebang: Rp4,5 Miliar.
Pengadaan Alat Kesehatan Puskesmas Bantargebang: Rp2,32 Miliar.
Pengadaan Sarana Fasilitas Yankes Puskesmas Bantargebang: Rp2,03 Miliar.
Dalam orasinya, KMBM membeberkan bukti-bukti yang mereka klaim sebagai indikasi kuat korupsi. Berdasarkan data Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang diperoleh dan dianalisis oleh massa aksi, terdapat penetapan harga satuan barang yang dinilai tidak masuk akal untuk standar pengadaan fasilitas Puskesmas.
”Kami diperlihatkan rincian anggaran kegiatan, dan angkanya sangat tidak wajar. Contoh paling nyata adalah pengadaan 9 unit printer dengan total anggaran Rp231.525.000. Jika dikalkulasikan, harga satu unit printer mencapai Rp25,7 juta. Printer jenis apa yang dipakai di Puskesmas seharga itu?” tegas Novel dengan nada tinggi.
Bagaimana Langkah Selanjutnya yang Ditempuh Mahasiswa?
KMBM juga memperingatkan Pemerintah Kota Bekasi agar menjadikan kasus ini sebagai evaluasi serius menjelang perpanjangan kontrak kerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta tahun depan.

Mereka menuntut transparansi penuh agar dana kompensasi benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Bantargebang yang selama ini menanggung bau dan risiko kesehatan.
”Anggaran ini harusnya jadi obat bagi warga yang tiap hari menghirup bau sampah, bukan jadi bancakan oknum pejabat,” ujar salah satu orator.
Tuntutan Transparansi dan Desakan Penegakan Hukum
Dana kompensasi DKI Jakarta diberikan sebagai bentuk tanggung jawab atas dampak lingkungan dan kesehatan yang ditanggung warga Bantargebang akibat sampah Ibu Kota.
KMBM menilai, jika dana ini dikorupsi, maka hal tersebut adalah bentuk pengkhianatan terhadap penderitaan warga sekitar TPST.
Dalam tuntutannya, KMBM mendesak aparat penegak hukum (Kejaksaan Negeri dan Kepolisian) untuk segera memanggil dan memeriksa seluruh pihak yang terlibat, mulai dari Perencanaan hingga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas Kesehatan Kota Bekasi.
Berikut tiga tuntutan tegas yang dilayangkan KMBM kepada pihak berwenang:
1. Mendorong Aparat Penegak Hukum (Kejaksaan dan Kepolisian) untuk segera melakukan penyelidikan mendalam terkait dugaan penyimpangan dana Bandek DKI 2024 di Dinkes Kota Bekasi.
2. Periksa seluruh pihak yang terlibat, mulai dari perencanaan, pejabat pembuat komitmen (PPK), hingga pelaksana kegiatan pengadaan.
3. Mendesak Dinkes Kota Bekasi membuka data penggunaan anggaran secara transparan kepada publik sebagai bentuk akuntabilitas.
Sebelum menutup aksi, novel berkata. “Jangan sampai bantuan DKI ini hanya jadi bancakan. Kami akan kawal terus kasus ini hingga ada tersangka yang ditetapkan.” Tutup novel

