JAKARTA | POROSNUSANTARA.COM. 11 Desember 2025 – Ribuan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan Mahkamah Agung (MA). Aksi ini menuntut MA untuk memperkuat putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung yang sebelumnya memerintahkan pemanggilan kembali (reinstatement) pengurus serikat pekerja PT YMMA yang di-PHK setelah mengikuti perundingan upah.
Ketua Umum SPEE FSPMI, Abdul Bais, menegaskan bahwa momentum aksi yang digelar sehari setelah peringatan Hari Hak Asasi Manusia ini bertujuan untuk menegaskan bahwa hak bekerja adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dilindungi negara.
“Pemecatan pengurus serikat setelah perundingan upah adalah serangan langsung terhadap kebebasan berserikat. Kami menuntut Mahkamah Agung memperkuat putusan PHI Bandung dan memulihkan hak bekerja kawan-kawan kami di PT YMMA. Bekerja adalah hak asasi manusia yang tidak boleh dicabut secara sewenang-wenang,” tegas Abdul Bais.
“Disharmonis” Bukan Alasan PHK
Aksi ini merupakan tindak lanjut dari hasil Seminar Hukum Ketenagakerjaan bertema “Disharmonis Ancaman Kaum Buruh” yang digelar pada 2 Desember 2025. Seminar tersebut menegaskan bahwa alasan “disharmonis” tidak dikenal dalam regulasi ketenagakerjaan Indonesia dan tidak dapat digunakan sebagai dasar pemutusan hubungan kerja.
Menurut Abdul Bais, penggunaan alasan “disharmonis” telah menjadi ancaman serius bagi gerakan buruh, terutama ketika ditujukan kepada pengurus serikat yang sedang menjalankan fungsi advokasi, perundingan, atau pembelaan hak-hak pekerja.
SPEE FSPMI mengingatkan bahwa Mahkamah Agung sendiri memiliki sejumlah yurisprudensi yang menolak dalil disharmonis sebagai alasan PHK, karena alasan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 maupun peraturan turunannya.
“MA punya yurisprudensi yang jelas: disharmonis bukan alasan PHK. Serikat pekerja menuntut konsistensi dan keberanian lembaga peradilan untuk berpihak pada hukum, bukan pada kepentingan yang melemahkan pekerja,” ujar Bais.
Kemenakertrans Pernah Tegaskan Alasan PHK Bersifat Limitatif
Abdul Bais juga menyinggung penjelasan resmi pemerintah melalui surat Dirjen PHI & Jamsos Kemenakertrans tertanggal 5 Juni 2012, yang menegaskan bahwa alasan PHK telah diatur secara limitatif dalam UU Ketenagakerjaan. Dengan demikian, alasan di luar ketentuan undang-undang—seperti “ketidakharmonisan” atau penilaian subjektif lainnya—tidak dapat dibenarkan secara hukum. (*/jul)













