JAKARTA | POROSNUSANTARA.COM –
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi NasDem Muhammad Farhan, di depan para demonstran menyampaikan bahwa UU Penyiaran harus direvisi karena imbas berlakunya terhadap Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker), gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Senin (27/5).

“Itu proses yang wajar terjadi dalam legislasi, jadi hampir tidak ada yang namanya revisi terbatas itu hampir enggak ada,” ujar Farhan, saat berlangsung demo penolakan Revisi Undang-Undang (UU) nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran tersebut.
M. Farhan juga mengungkapkan kalau ada pihak yang memang ingin membuat media dan pers dikontrol seperti dahulu kala atau setidaknya di zaman sebelum reformasi.
“Tetapi jangan salah, ada juga yang ngajak agar supaya media dan pers dikontrol lagi seperti zaman dulu, ada. Gak salah itu,” ujarnya.
Kata dia, sejatinya saat mengeluarkan ide untuk melakukan revisi UU Penyiaran itu, memang seluruh masukan terjadi di internal Komisi I DPR RI.
“Secara teknis begitu pintu revisi dibuka maka apapun bisa masuk bisa keluar, gitu loh. Itu proses yang wajar terjadi dalam legislasi, jadi hampir tidak ada yang namanya revisi terbatas itu hampir gak ada,” kata dia.
“Ini merupakan salah satu upaya kita untuk tetap menjaga semangat demokrasi dimana salah satu pilar utamanya adalah kebebasan berpendapat,” jelasnya.
Lebih lanjut, Farhan menjelaskan soal munculnya pembahasan Revisi UU yang menjadi inisiatif dari Komisi I DPR RI ini.
Kata dia, hal mendasarnya yakni terkait berubahnya landscape pemberitaan dan produk jurnalistik belakangan ini.
Termasuk kata Farhan, mulai maraknya konten digital di beberapa ranah media sosial yang seharusnya juga mendapatkan kontrol.
“Tentu sekarang terjadi perubahan landscape media yang luar biasa, akibatnya memang kita melakukan berbagai macam perubahan, secara teknis perubahan atau revisi UU penyiaran harus dilakukan karena sudah ada perubahannya di cluster penyiaran UU ciptaker, jadi induk UU nya harus diubah,” ujar dia.
Kendati demikian, dalam perubahan atau revisi terhadap UU itu pasti berdampak pada beberapa poin pasal.
Farhan menyebut kalau itu merupakan suatu konsekuensi dari adanya inisiatif melakukan revisi UU.
Hanya saja, perihal dengan Revisi UU Penyiaran ini masih terus dilakukan pembahasan di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan belum tentu akan disahkan dalam waktu dekat.
“Prosesnya sekarang masih ada di badan legislasi, badan legislasi akan menentukan apakah akan boleh dibahas diperiode yang sekarang yang akan berakhir bulan agustus atau dilanjutkan diperiode DPR RI mendatang,” bebernya.
Masih kata Farhan, yang terpenting, sejauh ini dirinya menjadi salah satu pihak yang juga menolak adanya beberapa pasal bermasalah yang berpotensi membuat jurnalis tumpul di dalam Revisi UU Penyiaran itu.
“Bahwa ternyata salah satu yang dimasukkan mengancam kebebasan pers saya termasuk yang setuju agar pasal-pasal tersebut tidak dimasukkan ke dalam revisi UU Penyiaran,” tukas dia.
Kalau saya, imbuhnya, anggota DPR satu-satunya, saya berhentiin semuanya (pasal-pasal yang ancam kebebasan pers,red). Tapi ada 580 orang yang mewakili 580 kepentingan masing-masing. Jadi saya berada dalam kepentingan di mana memastikan kebebasan pers kebebasan berpendapat melalui media, saya kepentingannya itu,” pungkasnya.
(dar)













