BOGOR | POROSNUSANTARA.COM – Proyek pembangunan saluran irigasi dengan sumber dana, APBD Kabupaten Bogor, dengan nilai anggaran sebesar Rp 997.270.000 dengan Volume: ( P.1700 m X L.0,40 m X T.1,7 m ) yang tengah dilaksanakan oleh TIM PELAKSANA KEGIATAN (TPK ) Bitungsari, Ciawi, Bogor ini, mendapat sorotan dari awak media yang mengecek pekejaannya. Ditemukan diduga sejumlah pelanggaran yang berpotensi tidak sesuai kualitas pekerjaan.
Yang seharusnya menjadi prioritas dalam pelaksanaan proyek ini metode pelaksanaan pekerjaan juga dinilai tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan proyek. Hal ini berpotensi mengakibatkan ketidakoptimalan hasil pekerjaan yang direncanakan.
Ketidaksesuaian antara spesifikasi pekerjaan yang dilaksanakan dengan persyaratan yang telah ditentukan, sehingga memengaruhi kualitas akhir dari proyek pembangunan saluran irigasi ini.

Salah satu temuan penting adalah penghitungan “Lebar yang seharusnya 0,40 ketika dilakukan pengukuran ternyata 0,30 dan tinggi yang seharusnya 1,7 ketika diukur ternyata 1.5”, Pondasi dengan kedalaman sesuai yang dikatakan Asep berkisar antara 20, 30 dan 40 Cm ketika diukur, tidak sesuai dan tidak akurat, jika dibiarkan berpotensi melemahkan daya tahan struktur irigasi yang dibangun.

Asep Selaku TPK Bitungsari yang bertanggungjawab atas pekerjaan ini ketika dikonfirmasi via telepon selulernya dan ditanyakan mengenai ukuran/volume pengerjaan mengatakan,
“Aing mah lieur dikonfirmasi kuwartawan kie ke we papanggih isukan dilapangan,( saya pusing dikonfirmasi, gini aja besok kita ketemu dilapangan ), ujar Asep via telepon seluler dengan nada keras dan arogan,” 22/10/2024.
Lanjut Asep menjanjikan, “Besok kita sama-sama cek ke lokasi, akan tetapi keesokan harinya ketika dihubungi via WhatsApp Asep mengatakan saya tidak bisa karena ada janji dengan teman seakan menghindar dan enggan dikonfirmasi,” terangnya.
Kami selaku sosial kontrol menyampaikan sejumlah temuan dan kekurangan terkait pelaksanaan pekerjaan kepada pihak pelaksana, namun, hingga kini, pelaksana proyek masih belum menjalankan rekomendasi tersebut. Hal ini semakin memperkuat kekhawatiran bahwa standar pelaksanaan proyek ini tidak sepenuhnya dipatuhi, yang bisa berdampak pada keselamatan dan keberlanjutan infrastruktur yang dibangun.
Selain masalah teknis, “Safety First” yang seharusnya menjadi prioritas dalam setiap proyek konstruksi tidak terlihat dalam pelaksanaan proyek ini. Baik dari segi prosedur kerja, penyediaan peralatan keselamatan, maupun pemenuhan standar kerja, seluruhnya tidak dilaksanakan sesuai regulasi yang berlaku.
Beberapa kali media ini saya ke kantor desa Bitungsari, kepala desanya, Dedeh Andriany tidak bisa ditemui pak karena ada kegiatan dan ketika dimintai keterangan melalui via WhatsApp, tidak merespon hingga berita ini ditayangkan.
Reporter: Budi Setiawan













