Bengkulu | porosnusantara.com – 18 Oktober 2025, Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional (DPP ABPEDNAS Indonesia) mendorong percepatan pelaksanaan dan keberlanjutan program Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) yang menjadi salah satu pilar utama peningkatan ekonomi desa dalam satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka.
Dalam hasil evaluasi dan masukan dari berbagai DPD dan DPC ABPEDNAS di seluruh Indonesia, ditemukan beberapa persoalan mendasar yang perlu segera dikaji ulang agar KDMP benar-benar bisa berjalan efektif, inklusif, dan sesuai dengan semangat pemberdayaan ekonomi masyarakat desa.
Salah satu hambatan yang mengemuka di lapangan adalah pemberlakuan SLIK OJK atau BI Checking kepada pengurus dan pengawas KDMP, dalam proses pengajuan dana pinjaman dari bank Himbara kepada Koperasi Desa Merah Putih.
Menurut Ketua Umum DPP ABPEDNAS Indonesia, Indra Utama, ketentuan tersebut tidak sejalan dengan prinsip dasar KDMP, karena tidak tercantum dalam AD/ART maupun Akta Notaris KDMP yang telah memiliki dasar hukum tersendiri.
“Kami menghargai prinsip kehati-hatian bank, tetapi perlu diingat, KDMP bukan lembaga bisnis semata — melainkan wadah ekonomi sosial desa. Kalau seorang kepala desa atau pengawas KDMP terkena SLIK karena masalah administratif masa lalu, masa harus diganti? Ini tidak adil dan justru menghambat percepatan ekonomi desa,” tegas Indra Utama.
DPP ABPEDNAS mengusulkan agar pemerintah bersama OJK, Kementerian Koperasi dan Kementerian Desa PDT segera meninjau ulang ketentuan tersebut dan membuat mekanisme pengecualian khusus bagi pengurus dan pengawas KDMP. Hal ini penting agar kepemimpinan koperasi desa tetap berkelanjutan dan tidak tersandera oleh aturan yang tidak relevan dengan semangat pemberdayaan desa.
Selain KDMP, ABPEDNAS juga menyoroti kebijakan terkait alokasi dan fleksibilitas penggunaan Dana Desa (DD). Berdasarkan laporan dari sejumlah pengurus Abpednas di daerah, muncul beberapa pertanyaan strategis:
Jika 30% Dana Desa yang audah dicadangkan untuk KDMP tidak dipergunakan, apakah akan diberlakukan Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) atau dianggap SILPA (Selisih Lebih Pembiayaan Anggaran)?
Regulasi penggunaan Dana Desa telah dikunci dari pusat: KDMP 30%, Ketahanan Pangan 20%, BLT 15%, Operasional 3%, kegiatan rutin 10%, sehingga desa hanya memiliki ruang 22% untuk kegiatan lain.
Hal ini membatasi ruang gerak desa dalam melaksanakan RPJMDes dan mengurangi kewenangan desa untuk merencanakan pembangunan sesuai potensi lokal.
“Desa membutuhkan fleksibilitas dalam perencanaan. Bila Dana Desa terlalu dikunci oleh regulasi pusat, maka kepala desa dan BPD sulit berinovasi. Padahal potensi setiap desa berbeda,” ujar Akbar, Ketua DPC Abpednas Kab Maros, Sulawesi Selatan.
ABPEDNAS juga mencermati bahwa skema Capex dan Opex dalam implementasi KDMP saat ini ditentukan oleh pihak bank penyalur. Hal ini sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat dan potensi ekonomi lokal di desa.
DPP ABPEDNAS menegaskan perlunya penyesuaian skema pembiayaan dengan karakteristik dan kemampuan koperasi di tingkat desa, bukan berdasarkan standar kredit komersial perkotaan.
Sementara itu, Ketua Pengawas DPP ABPEDNAS Indonesia, Ella Nurlaela, menegaskan pentingnya penyederhanaan aturan agar pengawasan KDMP bisa berjalan optimal.
“Tugas pengawas dan pengurus KDMP adalah memastikan akuntabilitas dan manfaat program. Jika mereka justru terhambat karena administrasi perbankan seperti SLIK, maka fungsi pengawasan menjadi pincang. Kami berharap regulasi bisa berpihak kepada masyarakat desa,” tegas Ella Nurlaela yang juga mantan banker salah satu bank swasta nasional ini.
Sementara itu, Badrul Amali, Ketua DPD ABPEDNAS Jawa Timur, menambahkan bahwa di lapangan banyak kepala desa dan pengurus KDMP yang menghadapi kendala saat pengajuan dana karena faktor non-teknis.
“Kami mendukung penuh semangat pemerintah pusat memperkuat ekonomi desa. Namun, jika akses permodalan terlalu rumit, maka tujuan pemberdayaan tidak tercapai. Desa perlu diberi kepercayaan dan kemudahan,” ungkap Badrul Amali.
Melalui berbagai catatan dan masukan tersebut, DPP ABPEDNAS Indonesia mengajak seluruh pemangku kepentingan — Kementerian Desa PDT, OJK, Kemenkop UKM, dan Bank Himbara — untuk melakukan sinkronisasi kebijakan dan penyederhanaan prosedur dalam pelaksanaan KDMP dan pengelolaan Dana Desa.
“Kami percaya, dengan penyempurnaan regulasi dan sinergi lintas lembaga, program Kopdes Merah Putih dapat menjadi motor penggerak ekonomi desa yang sesungguhnya — mandiri, produktif, dan menyejahterakan,” tutup Indra Utama.
Di tempat terpisah salah satu pengurus KDMP Desa Lubuk Puar Kecamatan Merigi Sakti Kabupetan Bengkulu Tengah Provinsi Bengkulu Megawati , menyambut baik usulan ini, karena jika pemberlakuan SLIK OJK atau BI Checking kepada pengurus dan pengawas KDMP, dalam proses pengajuan dana pinjaman dari bank kepada Koperasi Desa Merah Putih di hapuskan maka akan mempermudah proses perputaran ekonomi masyarakat pedesaan dengan program program KDMP ini pungkasnya (Susanto)