banner 728x250

Grand Final YAPMI 2025 Angkat Budaya Nusantara, Iwan Setiawan Masse Kritik Kebijakan TMII

Foto: Ketua Umum YAPMI Iwan Setiawan Masse beserta Istri didampingi Alumni Top Model Indonesia usai Konferensi Pers di TMII, Jakarta Timur, Jumat (28/11/2025). (Dok-PN/AA)

JAKARTA, POROSNUSANTARA.COM – Yayasan Pembina Model Indonesia (YAPMI) menyelenggarakan Grand Final “Generasi Budaya Indonesia Top Model 2025” di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Jumat (28/11/2025).

Acara tahunan yang telah berlangsung selama 45 tahun ini menghadirkan ratusan peserta dari berbagai provinsi, mengusung tema besar penguatan budaya Nusantara melalui dunia modeling.

Ketua Umum YAPMI, Iwan Setiawan Masse, dalam konferensi pers menyampaikan bahwa penyelenggaraan tahun ini difokuskan untuk mendorong generasi muda kembali mengenal akar budaya Indonesia di tengah derasnya pengaruh global.

“Kami ingin anak-anak Indonesia kembali bangga dengan budayanya sendiri. Hari ini hampir semua anak lebih mengenal budaya luar, sementara tarian, pakaian, dan etnik kita justru terlupakan,” ujar Iwan.

Tahun ini, seluruh peserta tampil dengan kostum etnik yang mewakili 38 provinsi, mulai dari batik, tenun, songket, ragam busana adat, hingga ornamen budaya khas Papua, Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, dan lainnya.

Kategori peserta terbagi menjadi:

• Kids A: 3–6 tahun

• Kids B: 7–10 tahun

• Kids C: 11–14 tahun

• Peragawan/Peragawati: 15–25 tahun

Iwan menjelaskan bahwa konsep budaya menjadi inti acara untuk menanamkan kebanggaan identitas sejak usia dini melalui modeling, public speaking, seni pertunjukan, hingga pendidikan etika.

“Bukan hanya fashion, tapi pembentukan mental, disiplin, attitude, dan pengetahuan tentang budaya. Itu yang kami tekankan,” katanya.

Tahun ini, Papua mencatat sejarah sebagai kontingen dengan jumlah peserta terbanyak dalam 45 tahun penyelenggaraan YAPMI.

“Ini rekor. Papua antusias luar biasa. Mereka datang dengan dukungan pemerintah daerah dan membawa karya budaya daerah yang sangat kuat,” ungkap Iwan.

Sorotan Tajam Iwan Soal Manajemen TMII

Di balik kemeriahan acara, Iwan menyampaikan kekecewaannya terhadap perubahan kebijakan manajemen TMII yang dinilai menyulitkan penyelenggaraan.

Ia mengungkapkan bahwa pada awalnya YAPMI dijanjikan fasilitas barter tanpa biaya, namun menjelang acara sejumlah kebijakan berubah dan pihaknya diwajibkan membayar berbagai biaya masuk, parkir, hingga penggunaan gedung.

“Kami ini yayasan, bukan perusahaan. Kegiatan kami untuk pendidikan generasi muda. Tapi mendadak banyak biaya tambahan. Penyewa gedung seharusnya mendapat akses masuk tanpa dipungut lagi,” tegasnya.

Iwan berharap manajemen TMII dapat kembali konsisten membantu yayasan dan kegiatan pendidikan budaya.

Acara tahun ini turut melibatkan sejumlah desainer Indonesia, termasuk Desi dari Grace Tailor Cempaka Mas, serta puluhan perancang yang mengerjakan busana etnik setiap peserta.

Selain itu, sejumlah profesional juga terlibat sebagai juri, mulai dari produser, jenderal purnawirawan, dokter spesialis kulit dan kelamin, hingga aktris dan mantan model.

Alumni YAPMI yang kini menjadi publik figur seperti Barbie Kumalasari, Pasha Ungu, dan sejumlah artis lain juga ikut hadir memberi dukungan.

“Anak-anak sekarang hafal budaya luar, tapi lupa budaya sendiri. Kita harus terus mengedukasi generasi muda agar bangga pada budaya Indonesia,” ujar Barbie Kumalasari.

Iwan juga menyampaikan keinginan besar YAPMI agar Grand Final tahun 2026 dapat digelar di Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai bentuk dukungan terhadap pemerintah dalam memperkenalkan ibu kota baru Indonesia ke dunia.

“Kami ingin membuka tahun 2026 di IKN. Semoga Presiden Prabowo dan pemerintah bisa mendukung YAPMI mempromosikan budaya di ibu kota baru,” ujarnya.

Selain TMII, kegiatan karantina tahun ini juga didukung oleh Museum Listrik dan Energi Baru, yang memberikan kemudahan penggunaan fasilitas serta tempat menginap bagi sejumlah peserta.

Manajemen museum disebut lebih komunikatif dan kooperatif dalam membantu pelaksanaan acara.

“Kami apresiasi Museum Listrik. Mereka sangat ramah, fleksibel, dan mendukung kegiatan budaya,” kata Iwan.

Di tengah tantangan era digital, YAPMI menegaskan bahwa modeling bukan sekadar penampilan, melainkan pembentukan karakter, etika, dan wawasan budaya.

Iwan menekankan bahwa lembaganya tidak mengejar keuntungan finansial.

“Tidak ada KKN, tidak ada nepotisme. Kami benar-benar ingin mencetak generasi yang memahami budaya, punya pendidikan, dan attitude yang baik,” tegasnya.

Dengan perjalanan 45 tahun dan ribuan alumni yang telah berkarier di dunia hiburan, seni, hingga dunia profesional, YAPMI berharap generasi muda tetap menjaga kebanggaan terhadap budaya Indonesia serta menjadikan dunia modeling sebagai ruang pendidikan dan pelestarian identitas bangsa.

(Ayu Andriani)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *