JAKARTA, 14 Desember 2025 – POROSNUSANTARA.COM | Jiwa Pancasila tak hanya dipelajari di ruang kelas, tapi juga dihidupkan dalam praktik nyata. Hal ini dibuktikan oleh tujuh mahasiswa Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Universitas Kusuma Negara. Dalam kegiatan kelompok mereka, mereka memilih untuk menyelami kekayaan budaya Indonesia melalui makanan khas Palopo, Sulawesi Selatan: *Kapurung* atau *Bugalu*.
Kegiatan yang berlangsung hangat di kediaman salah satu mahasiswa, Alfina Nur Hasanah, ini bukan sekadar acara memasak biasa. Di bawah bimbingan langsung Ibu Asriyati, ibunda Alfina yang merupakan keturunan asli Palopo, proses pembuatan Kapurung berubah menjadi ruang pembelajaran hidup tentang nilai-nilai luhur Pancasila.
*Sila ke-3: Persatuan Indonesia.* Kegiatan ini merekatkan kebersamaan antar mahasiswa dari berbagai latar belakang dalam satu tujuan: melestarikan warisan kuliner daerah. Mereka menyadari bahwa keragaman kuliner Nusantara adalah kekayaan yang harus dijaga.
*Sila ke-2: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.* Respek dan penghargaan tinggi diberikan kepada Ibu Asriyati sebagai sumber ilmu dan penjaga tradisi. Mahasiswa belajar menghargai kearifan lokal dan ilmu yang diturunkan lintas generasi.
*Sila ke-1: Ketuhanan yang Maha Esa.* Kegiatan dimulai dengan doa dan rasa syukur atas rezeki yang diberikan, mencerminkan harmonisasi antara aktivitas akademik, budaya, dan spiritual.
“Ini adalah implementasi langsung dari materi kuliah kami. Pancasila mengajarkan kita untuk mencintai dan merawat keanekaragaman bangsa. Dengan belajar membuat Kapurung, kami tidak hanya mengenal satu budaya, tapi juga mengamalkan nilai gotong royong, menghargai pemilik ilmu, dan menjaga persatuan melalui budaya,” ujar *Ayu Setiawati*, salah satu peserta.
Proses pembuatan Kapurung yang sarat dengan teknik dan filosofi lokal diikuti dengan antusias oleh seluruh anggota kelompok:
1. Ayu Setiawati
2. Rosiyah Nisrina Salimah
3. Ahla ibnatie Rohim
4. Aidah Nurjanah
5. Alfina Nurhasanah
6. Nur Azijah Siregar
7. Friska Salsa Nabila
Kegiatan ini mendapat apresiasi dari dosen pembimbing. “Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan harus kontekstual. Memahami bangsa Indonesia dimulai dari mengenal dan menghargai setiap unsurnya, termasuk kuliner daerah. Inisiatif mahasiswa ini adalah contoh brilliant bagaimana teori kebangsaan diinternalisasi melalui pendekatan budaya yang menyenangkan dan bermakna,” jelas salah satu dosen PPKN.
Melalui semangkuk Kapurung yang kental dan gurih, para calon pendidik ini telah membuktikan bahwa *jiwa Pancasila bisa hidup dalam setiap sendi kehidupan*, mulai dari dapur hingga ke ruang-ruang pergaulan bangsa. Mereka tak sekadar menjadi pembelajar pasif, tetapi menjadi *agen pelestari budaya* dan *penghubung antargenerasi* yang memaknai persatuan dalam keberagaman dengan cara yang paling autentik: merasakannya bersama.













