banner 728x250

Praktisi Hukum Deolipa Yumara Soroti Tragedi Kematian Affan Kurniawan: Dorong Proses Hukum Transparan

Foto: Praktisi Hukum Deolipa Yumara. (Dok-Tangkapan Layar Intens Investigasi)

JAKARTA, POROSNUSANTARA.COM – Tragedi meninggalnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang tewas setelah terlindas kendaraan taktis (rantis) milik Brimob saat mengantar pesanan makanan di tengah aksi demonstrasi di Jakarta, terus menuai sorotan. Salah satu yang angkat bicara adalah praktisi hukum sekaligus advokat senior, Deolipa Yumara.

Dalam keterangannya, Deolipa menegaskan bahwa insiden tersebut tidak bisa dianggap remeh, apalagi sampai mengakibatkan hilangnya nyawa seorang warga sipil. Menurutnya, tindakan aparat dalam peristiwa itu berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM) dan harus ditelusuri secara menyeluruh, baik dari sisi kelalaian maupun kemungkinan adanya unsur kesengajaan.

“Tindakan aparat yang kemudian melanjutkan kendaraan hingga menghalau manusia dan berujung pada kematian orang lain jelas merupakan peristiwa serius. Itu bisa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM. Tinggal kita lihat, apakah peristiwa ini murni karena kelalaian atau ada unsur kesengajaan, termasuk apakah ada perintah dari atasan,” ujar Deolipa dikutip kanal YouTube Intens Investigasi, Sabtu (30/8/2025).

Deolipa menambahkan, aparat penegak hukum harus segera melakukan pemeriksaan mendalam, termasuk memeriksa rantai komando serta prosedur pengendalian massa yang dijalankan saat demonstrasi berlangsung. Ia menilai, pemeriksaan internal melalui Divisi Propam Polri memang wajib dilakukan, namun kasus ini juga perlu diproses secara pidana agar transparan dan memberikan kepastian hukum.

Menurutnya, jika dalam penyelidikan terbukti ada kelalaian, maka pasal yang dapat dikenakan adalah pasal terkait kealpaan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain. Namun, apabila ditemukan adanya unsur kesengajaan, maka pasal yang lebih berat seperti Pasal 338 atau Pasal 339 KUHP tentang pembunuhan bisa diterapkan.

“Kalau kelalaian, ancamannya bisa 3 sampai 5 tahun penjara. Tapi kalau terbukti ada unsur kesengajaan, apalagi atas perintah tertentu, maka konsekuensinya jauh lebih berat sesuai KUHP. Ini bukan perkara sederhana karena yang meninggal adalah seorang warga sipil yang sama sekali tidak terlibat dalam aksi anarkis,” jelas Deolipa.

Praktisi hukum yang kerap menangani perkara besar itu juga menekankan pentingnya keberanian keluarga korban untuk melaporkan kasus ini secara resmi ke pihak kepolisian, agar penyelidikan tidak hanya berhenti di ranah etik. Menurutnya, laporan resmi dari keluarga akan memperkuat dasar hukum bagi aparat untuk menindaklanjuti secara pidana.

“Keluarga korban punya hak penuh untuk melaporkan. Karena faktanya jelas: ada korban jiwa. Laporan tersebut akan membuka pintu agar perkara ini tidak berhenti di meja internal, melainkan bisa diuji di peradilan pidana,” tegasnya.

Tragedi ini menjadi perhatian publik karena menambah daftar panjang korban sipil dalam pengendalian aksi massa. Banyak pihak menilai, aparat seharusnya mengedepankan pendekatan humanis agar tidak menimbulkan korban yang sebenarnya tidak terkait langsung dengan aksi demonstrasi.

Deolipa menutup keterangannya dengan menyerukan agar kasus ini ditangani secara serius dan terbuka demi menjaga kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum. “Kita tunggu bagaimana prosesnya berjalan. Yang jelas, nyawa sudah melayang, dan itu tidak boleh dianggap hal sepele. Negara harus hadir memberi keadilan,” pungkasnya.

(Ayu Andriani)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *