PONTIANAK,KALBAR
POROSNUSANTARA.COM – Putusa n mengejutkan datang dari Pengadilan Tinggi (PT) Pontianak yang memutus bebas terdakwa kasus korupsi miliaran rupiah, Paulus Andy Mursalim, setelah sebelumnya divonis 10 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Tipikor Pontianak.
Vonis bebas ini langsung memicu gelombang protes dan kecaman luas dari masyarakat serta pengamat hukum, termasuk dari Dr. Didi Sungkono, S.H., M.H., yang menyebut putusan ini sebagai “bukti matinya keadilan di negeri ini.”
“Ini sangat miris dan memprihatinkan. Jelas-jelas oleh pengadilan negeri divonis berat, malah dibebaskan oleh hakim tinggi. Ini tidak mencerminkan kepekaan terhadap penderitaan rakyat yang jadi korban korupsi. Harusnya hukuman diperberat, bukan malah dilepaskan begitu saja,” tegas Didi Sungkono, dosen hukum sekaligus pengamat hukum nasional.
Dari Vonis Berat ke Bebas Murni: Ada Apa di Balik Putusan PT Pontianak?
Sebelumnya, Paulus Andy Mursalim dinyatakan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dan divonis 10 tahun penjara oleh PN Pontianak pada 3 September 2025. Ia juga dijatuhi denda Rp500 juta, dan wajib membayar uang pengganti sebesar Rp31,47 miliar.
Namun, dalam putusan banding oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi Pontianak yang dipimpin Pransis Sinaga, bersama hakim anggota Tri Andita Juristiawati dan Dwi Jaka Susanta, seluruh dakwaan jaksa dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Majelis juga memerintahkan pembebasan Paulus dari tahanan serta pengembalian seluruh hak, aset, dan martabatnya.
Dugaan Kejanggalan: Publik Pertanyakan Independensi Hakim
Putusan ini kontan menimbulkan tanda tanya besar. Bagaimana bisa seorang terdakwa yang divonis bersalah dengan bukti-bukti kuat, justru dibebaskan total tanpa penjelasan hukum yang memadai?
“Jelas para pelaku sebelumnya dijerat dengan UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor. Jika vonis berat bisa berubah drastis menjadi bebas, publik patut curiga ada yang tidak beres dalam sistem peradilan kita,” tambah Dr. Didi Sungkono.
Sejumlah pihak menilai bahwa aroma permainan hukum sangat kuat dalam putusan ini. Dari vonis 10 tahun, denda ratusan juta, dan penggantian kerugian negara hingga puluhan miliar — semua lenyap dalam satu palu putusan banding.
Matinya Harapan dan Kepercayaan Publik
Tak hanya para akademisi dan praktisi hukum, masyarakat luas pun ikut bersuara. Banyak yang menganggap bahwa putusan ini merupakan pembunuhan terhadap harapan penegakan hukum di Indonesia.
“Kalau KUHAP malah diartikan ‘Kasih Uang Habis Perkara’, maka itu adalah penghinaan terhadap sistem hukum kita. Ini bukan perkara ringan, kerugian negara mencapai puluhan miliar rupiah!” ujar seorang pakar hukum dari Universitas Tanjungpura yang enggan disebutkan namanya.
Desakan Pemeriksaan dan Evaluasi Majelis Hakim

Dr. Didi Sungkono secara tegas meminta evaluasi dan pemeriksaan terhadap majelis hakim PT Pontianak, karena dinilai telah mencederai rasa keadilan masyarakat dan merusak integritas peradilan.
“Majelis hakim ini harus diperiksa. Jangan sampai pengadilan dijadikan alat transaksi hukum. Jangan jadikan KUHAP sebagai singkatan ‘Kurang Uang Harus Penjara’. Hukum harus ditegakkan secara adil dan transparan,” serunya.
Langkah Hukum Lanjut: Jaksa Harus Ajukan Kasasi
Hingga berita ini diturunkan, Kejati Kalbar belum memberikan pernyataan resmi terkait langkah hukum selanjutnya. Namun berbagai elemen masyarakat mendesak agar jaksa segera mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, guna membatalkan putusan yang dinilai janggal ini.
“Jaksa harus sigap, segera kasasi! Jangan beri celah para koruptor melarikan diri. Rakyat akan mendukung penuh,” tegas Didi.
Penutup: Alarm Bahaya bagi Penegakan Hukum
Kasus Paulus Andy Mursalim bukan sekadar perkara individual, tetapi menjadi cermin buram penegakan hukum di Indonesia. Bila vonis bebas semacam ini dibiarkan tanpa akuntabilitas dan transparansi, maka kepercayaan publik terhadap hukum akan terus terkikis.
Transparansi, integritas, dan keberanian menindak oknum aparat hukum harus menjadi prioritas utama. Tanpa itu, Indonesia akan terus menjadi ladang subur bagi para koruptor yang tak pernah takut pada hukum.[AZ]
(Bersambung…)









