banner 728x250

SESALKAN PENGABURAN KEBENARAN OLEH MENTERI KEBUDAYAAN, PP HIKMAHBUDHI TOLAK PENULISAN ULANG SEJARAH

Avatar photo

JAKARTA | POROSNUSANTARA.COM – Pernyataan Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon yang menyebut pemerkosaan massal Mei 1998 sebagai rumor yang belum terbukti telah menjadi sorotan publik akhir-akhir ini. Dalam wawancara yang kini viral di media sosial, Fadli Zon mempertanyakan validitas tragedi pemerkosaan terhadap perempuan Tionghoa selama kerusuhan 1998, dengan dalih perlunya bukti kuat untuk menyebutnya sebagai fakta sejarah. Lebih dari sekadar kekeliruan persepsi, pernyataan tersebut mencerminkan upaya sistematis untuk mengaburkan sejarah dan melemahkan narasi korban.

HIKMAHBUDHI melalui Sekretaris Presidium Pusat menyatakan kekecewaan atas pernyataan Menteri Kebudayaan karena tak sesuai dengan fakta historis dan dokumen resmi serta dianggap dapat menciderai perjuangan para penyintas, aktivis HAM, dan tim investigasi independen yang selama lebih dari dua dekade telah menyuarakan kebenaran. Bahkan secara tidak langsung Fadli Zon seakan mengabaikan pernyataan mantan Presiden BJ Habibie yang telah mengakui peristiwa tersebut, serta data-data dari Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kerusuhan Mei 1998.

Baca Juga :  Tragedi Subang Terhadap Jurnalis Jadi Sejarah Kelam, Ramai Tag Subang Zona Merah

Kami menyesalkan pernyataan Menbud yang disetting untuk mengaburkan tragedi 98 mengatasnamakan kehormatan bangsa, padahal hal itu justru mempermalukan martabat banga, karena bangsa yang besar bukan bangsa yang menyembunyikan dosa tapi yang berani menebus dan mengakuinya” Tegas Melinia Luky selaku Sekretaris PP HIKMAHBUDHI.

Selain itu, pernyataan Fadli Zon dianggap sebagai salah satu bagian dari agenda besar pemerintah yaitu perevisian sejarah nasional. Upaya tersebut adalah bentuk rekayasa ingatan publik dan proyek politik untuk memutihkan masa lalu, membungkam suara korban, dan mencuci tangan elit yang terlibat dalam kekerasan struktural negara.

Proyek penulisan ulang sejarah yang diprakarsai oleh Fadli Zon terkesan terburu-buru dan tidak transparan. Munculnya statement tersebut dari seorang Menteri Kebudayaan merupakan simbol dari pejabat publik yang lebih takut mengakui dosa sejarah ketimbang memperjuangkan keadilan bagi para korban. Seharusnya kekuasaan bukan alat untuk pembungkaman sejarah, melainkan untuk membantu penegakkan kebenaran.

Baca Juga :  Polemik Program MBG Presiden Prabowo, Ini Kata Praktisi Hukum Danna Harly

Sebagai mahasiswa Buddhis, kami percaya bahwa kebenaran bukan untuk disembunyikan dan belas kasih yang sejati artinya berdiri bersama korban, bukan membela ego kekuasaan karena hal ini dapat melecehkan perjuangan kemanusaian dan melanggengkan budaya impunitas. Maka dari itu PP HIKMAHBUDHI menolak keras agenda penulisan ulang sejarah tanpa mengindahkan kaidah,” tutup Meli. (red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *