JAKARTA | POROSNUSANTARA.COM – Perwakilan Serikat Karyawan Perum DAMRI mendatangi kantor Sudin Ketenagakerjaan Jakarta Timur pada Kamis, 27 Juni 2024 guna beraudensi terkait gaji eks karyawan Perum PPD (Pengangkutan Penumpang Djakarta) yang belum diselesaikan sejak tahun 2020.
Saat ditemui awak media, Davison Sinaga yang mewakili Serikat Karyawan Perum DAMRI mengatakan akan dijadwalkan untuk pertemuan antara pihaknya dengan perusahaan plat merah tersebut.
“Akan dijadwalkan ulang pertemuan dengan pihak DAMRI, yang mana menurut kami ini masih mengulur waktu,” ujarnya, Kamis (27/6/2024).
Katanya, ada sekitar 1.032 karyawan mantan karyawan PPD yang sampai saat ini haknya belum terselesaikan semenjak merger (bergabung) ke DAMRI pada tahun 2022 lalu.
Pada audiensi tersebut, Davison menjelaskan bahwa pihak direksi mengatakan PPD akan dilikuidasi tanpa pembubaran. Tentunya dia mempertanyakan bagaimana dengan gaji karyawan yang masih tertunggak sejak tahun 2020.
“Direksi mengatakan, PPD akan dilikuidasi tanpa pembubaran. Kita tanyakan gaji yang tertunggak sejak tahun 2020. Mereka, belum bisa memberikan kepastian dan akan dijadwalkan kembali per tanggal 4 Juli 2024 untuk audiensi di kantor Pusat DAMRI, Matraman, Jakarta Timur,” paparnya.
Davison juga mempertanyakan ke pihak direksi setelah peralihan dari PPD ke DAMRI ada tidak aset yang diserahkan ke DAMRI, mereka mengatakan terlalu melebar-lebar pertanyaannya.
“Itu kalau ada kenapa tidak diselesaikan dulu hak karyawannya? Nah untuk itu mereka belum bisa mengeluarkan statemen,” ucap Davison.
Pada saat peralihan, pihak DAMRI lebih mendahulukan balik nama ratusan bis dibanding menyelesaikan kewajiban perusahaan kepada karyawan. Padahal, kata Davison balik nama mengeluarkan biaya yang sangat besar.
“Kenapa didahulukan balik nama ratusan bis padahal hak kita belum selesai, sementara itu biaya besar kenapa tidak hak saja dulu diselesaikan,” tegasnya.
Dalam aturan sekarang, lanjut dia, pihak Perum DAMRI menerapkan gaji karyawan untuk pramudi sekitar Rp 1,4 juta perbulan, yang tentunya tidak sesuai dengan Upah Minimum Propinsi (UMP) DKI Jakarta. Namun, hal ini katanya tertuang dalam Perjanjian Kerja Antar Waktu (PKWT).
“Harus menerima Rp 1,4 juta per bulan, kalau tidak mau tidak diperpanjang masa kerjanya. Aturan ini pertama kali hanya dibahas secara lisan, tetapi dalam PKWT ada keterangan dokumen bersifat rahasia. Normalnya gaji karyawan harus sesuai UMP,” terang Davison.
Dia juga mengungkapkan bahwa penunggakan gaji ini pihaknya sudah pernah bersurat ke Kementerian BUMN, Suku Dinas Perhubungan DKI Jakarta, dan Dewan Pengawas DAMRI tetapi tidak ada respon.
Pada 11 Juni 2024 lalu, Direktur Utama Perum DAMRI Setia N Milatia Moemin diundang Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI terkait masalah yang sedang dihadapi Perum DAMRI. Namun, menurut Davison Milatia Moemin hanya memberikan keterangan yang melebar dan tidak sesuai konteks.
“Apa yang disampaikan Ibu Dirut saat RDP adalah bohong, bisa kami buktikan berdasarkan apa yang disampaikan. Beliau malah membahas tentang Fraud (Manipulasi Laporan Fiktif) 29 eks karyawan Perum PPD senilai Rp 23,19 miliar. Kalau Ibu Dirut ingin mengungkit masalah itu kenapa diterima perusahaan untuk merger? tanya Davison heran.
“Kami tetap ingin penyelesaian bersama, 5 kali sudah kami suratin Dirut DAMRI namun tidak ada tanggapan. Makanya kami harus kami selesaikan disini,” imbuhnya.
Adapun jumlah tunggakan gaji eks karyawan PPD yang harus diselesaikan Perum DAMRI berjumlah sekitar Rp 254 miliar. Namun, masih kata Davison, penyelesaiannya belum ada.
“Kalau dihitung seluruhnya Rp 254 miliar, sebahagian sudah dicicil untuk diselesaikan namun seperti nyicil motor. Nah kalau sudah berakhir kerja disini dia akan terlantar. Perusahaan hanya memikirkan kepentingan sendiri, sedangkan kepentingan SDM nol !,” tegasnya lagi.
Dia menambahkan, saat dilakukan merger PPD ke DAMRI belum dilakukan audit, yang akhirnya menimbulkan masalah baru. “Belum diaudit sudah digabung. Setelah diaudit kan ketahuan berapa aset PPD, berapa utangnya, dan berapa jumlah karyawannya. Akhirnya timbul masalah baru, hak belum diselesaikan kok sudah digabung,” pungkasnya.