BOGOR | PORODNUSANTARA.COM – Sidang kasus dugaan penggelapan yang menyeret Direktur PT. PBA, BS kembali digelar setelah satu hari sebelumnya digelar sidang yang beragendakan pendapat dari dua saksi ahli masing-masing dihadirkan oleh terdakwa dan pelapor dan agenda sidang kali ini, pemeriksaan terhadap terdakwa BS, Bogor, Selasa (9/7/2024).
Di hadapan Majelis hakim, terdakwa BS mengakui menerima uang dari pelapor Hendra. Dia juga mengaku lebih dulu mengenal Hendra daripada Vera, istri Hendra.
“Saya lebih dahulu mengenal saudara Hendra. Saya dengan saudara Hendra tidak pernah menjalin hubungan pekerjaan. Sebelum bersama Roy, saya ditawarkan untuk berbisnis oleh saudara Hendra. Sementara kami juga sama-sama ada bisnis keluarga dengan Roy, “ujar BS saat ditanya salah seorang hakim anggota.
Dalam keterangannya, BS mengaku uang hasil penjualan tanah yang dibeli pihak Sentul merupakan uang Roy yang tidak lain adalah kakak iparnya yang berdomisili di Bandung. Namun di kesempatan yang sama, BS juga mengatakan kalau uang tersebut tidak diserahkan ke Roy dengan alasan sebelumnya Roy menyuruh BS untuk memegang dahulu uang tersebut.
“Saya sudah memberitahu Roy bahwa pihak Sentul sudah membayar (secara bertahap) dan kini semua uang itu sudah saya terima. Lalu Roy menyuruh saya untuk memegang uang itu dulu, “aku BS.
Namun ketika majelis hakim menanyakan apakah uang tersebut masih ada saat ini?, mengingat jedah pembayaran tanah yang dikirim pihak Sentul sudah 11 tahunan.
“Sudah tidak apa bu hakim. Kan uang itu juga saya kirimkan ke rekening adik saya (BS sempat menyebutkan nama adiknya-Red). Dan sebagian di rekening saya,”jelas BS yang sontak membuat kaget majelis hakim, JPU dan hadirin yang hadir di persidangan.
Meski terdakwa memberikan pengakuan bahwa tidak mengirimkan uang hasil penjualan tanah ke Roy (yang notabene nya milik Hendra dan diserahkan ke Roy berdasarkan PPJB-Red), BS mengaku bukan merupakan uang titipan. Sebaliknya, dari uang hasil penjualan tersebut, BS malah menghitung habis uang sebanyak Rp. 3 m itu menjadi uang pembayaran hutang Hendra yang dihitung berikut bunga berbunga (dengan suku bunga yang berbeda-beda-Red).
“Dari awal saudara Hendra tidak mengatakan kalau uang yang diserahkan ke saya oleh pihak Sentul ke rekening saya merupakan uang titipan. Saya pegang uang itu, dan dia tidak pernah meminta atau menanyakan uang itu. Pada saat Hendra hendak ke Bandung, saya memberikan kertas yang menerangkan hutang-hutang beliau berikut bunganya sehingga uang yang di saya sudah habis terpotong hutang dia. Itupun masih banyak sisa hutangnya. Dan uang yang dipinjam saudara Hendra ke saya juga merupakan uang yang saya pinjam dari Bank. Itu juga tidak ada kaitannya dengan PPJB. Disitu Hendra juga masih memiliki hutang sebesar Rp. 774 jt-an, “ujar BS menjawab pertanyaan JPU Anita.
Sementara kembali ke majelis hakim, BS yang awalnya mengaku bahwa uang yang diterima bukan merupakan uang titipan dari Hendra. Kini keceplosan dipersidangan.
“Ya saya tahu dilaporkan karena penggelapan. Dan karena uang titipan yang diserahkan Hendra ke saya, “ucap BS saat ditanya hakim ketua, Zulkarnaen. SH., MH prihal penyebab dia dilaporkan ke kepolisian hingga dihadapkan dipersidangan.
“Kenapa saudara tidak kembalikan ke saudara Hendra uang tersebut? Anda pernah di somasi?, “tanya hakim kembali.
BS seperti tidak merasa bersalah ketika menjawab pertanyaan majelis hakim.
“Tidak, saya tidak kembalikan, dan saya tidak pernah menjawab somasi dari Hendra. “
Majelis hakim juga sempat menanyakan, apakah saudara Roy pernah menanyakan uang yang dipegang terdakwa tersebut, mengingat sejak 2003 sampai 2008 hingga 2013 uang yang sudah diterima oleh terdakwa sudah sangat lama.
“Tidak, tidak ada, “jawab BS.
“Wah itu bukan uang sedikit loh, masa Roy tidak mempertanyakan uang tersebut? Khususnya yang Rp. 774 jt itu, “tambah hakim.
Namun BS hanya tertunduk.
Di sela-sela persidangan, majelis hakim juga sempat mempertanyakan mengapa pihak Sentul tidak dihadirkan. Hal ini menurut majelis hakim juga karena banyaknya keterangan dari terdakwa yang menerangkan keterkaitan jual beli dengan pihak Sentul.
Dalam sidang kali ini banyak pengakuan BS yang bertolak belakang dari dakwaan maupun dari pengakuan para saksi yang dihadirkan sebelumnya.
Mulai dari saksi Roy yang saat persidangan mengaku bahwa uang yang berada pada terdakwa BS merupakan uang hasil penjualan tanah berdasarkan PPJB antara Roy dengan Hendra, sehingga Roy merasa tanah rersebut sudah milik dia. Dan uang Rp. 3m di BS memang diperintahkan oleh dia (Roy) untuk dipegang dahulu.
“Ya itu kan sudah menjadi tanah saya. Mau saya jual berapa, itu sudah jadi keuntungan saya. Dan memang saya suruh ipar saya (BS) untuk pegang dulu uang itu, “tegas Roy sewaktu menjadi saksi dipersidangan beberapa hari lalu.
Sementara, Hendra yang juga hadir bersaksi mengaku menitipkan uang Rp. 3m hasil penjualan tanah yang dibeli Sentul kepada BS. Dan bukan sebagai pembayaran hutang.
Bahkan dia juga mengaku kaget dengan rincian hutang berikut bunga yang diberikan BS kepadanya.
Di kesempatan terpisah, dua saksi ahli juga telah dihadirkan oleh kedua belah pihak.
Terkait perkara ini, dua saksi ahli memberikan pendapat yang berbeda-beda.
Saksi pertama, Prof.Dr.Andre Yosua M,MH,MA,Ph.D mengatakan, “Terkait kasus ini, saya kasih ilustrasi. Si A menitipkan uang ke si B karena si A takut diketahui istrinya. Dan ini bukan hasil kejahatan. Hubungan keperdataan yang terjadi antara si A dengan si B bukan keperdataan.”
Majelis hakim juga mempertanyakan apakah hubungan antara si A dengan si B dalam pasal 372, itu berarti jelas ada unsur penggelapan?
“Sederhananya demikian yang mulia, inikan uang cash dan si A meminta nomor rekening ke si B. Dan pastinya si B bertanya itu buat apa? Tapi sebelum itu harus ditanya untuk apa? Dan seharusnya yang menerima itu bertanya terlebih dahulu, “tegas pria yang sudah 12 kali dipercaya menjadi saksi ahli di Pengadilan Negeri Cibinong-Bogor ini dengan jelas.
Sementara, Jpu Anita juga mempertanyakan, apakah kemudian PPJB itu bisa dijadikan sebagsi peralihan hutang?
“Saat itu saya menjawab dalam PPJB itu dua hal yang terpisah, “terang saksi.
Lebih lanjut majelis hakim kembali bertanya. “ Jika ilustrasinya hutang istri harus dibayar suami?. “
“Ijin yang mulia, saya kasih ilustrasi. jika istri si A melakukan hutang dan si A menitipkan suatu barang dijadikan agunan. Maka seharusnya pihak bank melakukan lelang dan hasil lelang diberitahukan kepada si A. Dan sisa uang yang sudah dipotong hutangnya diserahkan ke si A, “jelas Prof. Dr.Andre Yosua M,M., H,M., M.A,Ph.D.
“Tetkait ini, kalau menurut saya si B sudah melanggar kewenangan, “tambahnya.
Kuasa hukum terdakwa juga turut mengajukan pertanyaan
“Apakah ada perbedaan antara penyerahan uang dengan penitipan?,” tanya Bernhard S.H.
“Otoritas adanya pemberian rekening, seperti yang tadi saya katakan mainsarea-nya adalah adanya menerima uang titipan dari adanya jual beli. Kalau barang ini jelas bukan milik si penerima uang, “jawab Prof. Andre.
“Saat di kepolisian, saksi ahli mengatakan proses PPJB tidak sepenuhnya menjadi milik B, “tanya kuasa hukum terdakwa.
“PPJB adalah pembayaran sekian waktu. Dan artinya PPJB akan berubah AJB jika terjadi hal tanggungan itu lunas. Dan PPJB itu kan antara istrinya Si A dengan si B. Itu artinya permasalahan PPJB tidak dapat dikaitkan dengan kasus atau perkara yang menyeret terdakwa atau penerima uang titipan sampai ke perkara hukum? , “tegas Prof. Andre lebih lanjut menjawab.
Sementara usai memberikan kesaksian, Prof. Andre dengan tegas mengatakan, “Melihat kasus ini, ya seharusnya pasal yang dikenakan kepada terdakwa bukan hanya Pasal 372 KUHP, tapi ditambah TPPU, “tegasnya
Prof. DR. Mampang Panggabean SH, MH, inipun ikut memberi kesaksian dalam perkara ini.
Saksi ahli yang juga guru besar dari Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia membahas unsur-unsur penggelapan dan perbuatan perdata di depan hakim Zulkarnaen.
“Tidak jarang wilayah perdata dimasukkan ke dalam pidana karena unsur pidana harus membuktikan bagaimana tindak pidana terjadi. Dan bisa saja terjadi, tapi untuk sampai kesana harus dibuktikan bagaimana terjadinya, hubungan sebab akibatnya,” ujar Prof. Mampang.
Menurutnya, ketidakmampuan melakukan tugas yang muncul setelah perjanjian dianggap wan prestasi dalam hukum perdata.
Saat diwawancarai oleh wartawan setelah sidang, Prof Mampang menyatakan bahwa banyak kasus yang seharusnya dapat diselesaikan secara perdata tetapi malah dibawa ke ranah pidana, terutama berdasarkan pasal 372 dan 378 KUHP..
(tim/red).